PALU, POS KOTA - Ibarat sebuah rumah, selalu ada toilet di dalamnya. Menyebut suatu lokasi di kawasan ibukota Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama 'Tondo Kiri'. Mungkin tidak asing bagi para penduduk atau bahkan pendatang yang tengah bekerja, menuntun ilmu atau sekedar beradu nasib di Kota yang pada 2018 silam di terjang musibah gempa bumi dan tsunami, Kota Palu.
Meski tanpa bersafari langsung ke lokasi, masyarakat yang tinggal di Kota Palu dan sekitarnya sudah tak asing, juga tak kaku menemukan maksud dari padanan kata 'tondo kiri' itu. Semua mafhum, itu adalah kalimat yang merujuk pada lokasi prostitusi illegal di wilayah Kota Palu.
Sudah hampir setahun lebih sejak pembatasan aktivitas sosial mulai diberlakukan di kota-kota
Indonesia, termasuk di Kota Palu. Ketika dampak pandemi corona tak hanya berpengaruh pada sektor industri dan perdagangan, juga berdampak pada banyak sektor lain yang tak kunjung membaik.
Hal ini menjadi ancaman serius dan dapat menimbulkan dampak pada keberlangsungan hidup yang cukup sulit bagi beberapa kelompok dan strata masyarakat. Ketika pilihan sudah sampai pada kalimat; mati kelaparan atau terjangkit virus?
Tondo kiri memang kerap dicap sebagai kawasan prostitusi yang sudah lama di Kota Palu. Kini, nasib para pekerja seks komersil (PSK) di sana nyaris sampai pada titik nadir itu; mati kelaparan dan terjangkit virus.
Nasib para PSK di Tondo Kiri memang tidak begitu baik, ketimbang pemerintah Jerman yang secara khusus memberikan bantuan kepada kelompok PSK, sebagai kompensasi dari hilangnya lapangan pekerjaan akibat adanya kebijakan pembatasan aktivitas sosial.
Entah akibat adanya perbedaan kebijakan legalitas dan sikap untuk menutup mata yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kelompok sosial 'toilet rumah' ini, hingga setahun berjalan, belum ada upaya sosialiasi dan perlindungan sebagaimana pekerja lainnya dalam memperolah jaminan hidup dan penyuluhan kesehatan. Padahal, bagaimanapun latar belakang warga negara, hak untuk dapat hidup layak dijamin oleh undang-undang dan menjadi tanggung jawab negara.
Ditemui Sulteng Pos Kota, Selasa 9 Maret 2021 sore, penanggungjawab salah satu rumah bordil di kawasan Tondo Kiri, sebut saja Asham Sqali mengatakan, sejak adanya wabah corona dan juga pembatasan aktivitas sosial, pendapatan usaha dari jasa PSK maupun pengunjung cafe dan karaoke menurun drastis.
"Situasi kami cukup sulit di situasi saat ini, tak banyak orang berkunjung. Untuk sekedar cari makan hari-hari saja kita sudah susah, apalagi berpikir untuk beli yang lain-lain,” katanya.